Thursday, April 14, 2011

Rancangan rumah walet

Bentuk rumah walet dewasa ini memiliki beragam model dan desain disebabkan oleh pengaruh dari teknik-teknik pengelolaan yang makin modern dalam mengembangkan kemajuan budidaya walet.

Secara garis besar, pembagian rumah walet berdasarkan antara lain pada:
- Ukuran luas bangunan rumah walet.
- Model polosan atau sekat-sekatan.
- Rumah satu tingkat atau lebih.

Elemen pokok yang terdapat dalam rumah walet antara lain terdiri dari:
- Lubang pintu masuk orang.
- Lubang masuk burung (LMB).
- Lubang antar lantai (LAL) atau Void.
- Lubang antar ruang (LAR).
- Lubang inlet dan outlet udara atau Air Ventilation (AV).

Elemen pendukung yang terdapat dalam rumah walet antara lain:
- Sekat dinding untuk membagi ruang per ruang.
- Lagur atau sirip tempat walet membuat sarang.
- Bak penampung air (kolam air) atau mesin pengabut.
- Sound system.
- Sarang imitasi.
- Fan
- Mechanical & Electrical (ME).

Pembagian ruangan-ruangan di dalam rumah walet antara lain:
- Adaptation Room (AR)
- Roving Room (RR).
- Nesting Room (NR).
- Equipments Room (ER).
- Extra feeding production room (EFR).

Pada prinsipnya, rumah walet dibangun dengan tujuan agar walet mau masuk kemudian menginap dan betah untuk tinggal sehingga pada akhirnya membuat sarang seperti yang diharapkan. Untuk mewujudkan hal ini dibutuhkan perencanaan awal yang matang. Idealnya adalah menyiapkan Rencana Anggaran Biaya (RAB) sesuai dengan desain rumah walet yang baik. Bukan sebaliknya, desain rumah walet disesuaikan dengan Rencana Anggaran Pelaksanaan (RAP) yang seadanya.
Memaksakan berdirinya sebuah bangunan rumah walet yang seadanya bisa berakibat terjadinya bongkar pasang yang pada akhirnya menjadi suatu pemborosan.

Tidak ada ukuran standar luas bangunan rumah walet maupun model desainnya. Namun meski demikian, prinsip dasar dalam menentukan ukuran luas minimal rumah walet tidak boleh diabaikan. Prinsip dasar ini berdasarkan pada kemudahan-kemudahan yang diperlukan oleh burung walet untuk melakukan manuver terbangnya. Baik secara horizontal maupun kecenderungan terbang secara vertical.

Memberikan kemudahan pada walet untuk melakukan manuver terbangnya bukan berarti harus membuat ruangan selapang-lapangnya. Ruangan yang berukuran relatif besar bisa berakibat burung baru akan sering berpindah-pindah tempat. Walet akan lebih lama menemukan tempat yang cocok untuk membuat sarang. Dan bisa menjadi fragile karena burung akan terpisah-pisah satu sama lain.

Adaptation Room (AR) adalah suatu ruangan yang berfungsi sebagai living adjustment sebelum walet berani melakukan eksplorasi lebih ke dalam dan dapat mencegah walet cepat keluar "tanpa merasa dijebak". Sebagai ruang perantara atau ruang transisi, maka sifatnya adalah optional. Jika memungkinkan, maka boleh dibuat.

Roving Room (RR) adalah ruang yang pertama kali dijelajahi oleh walet setelah melewati LMB. Sebenarnya tidak ada faktor signifikan yang membedakan antara Roving Room dengan Nesting Room, kecuali bila pada RR tersebut tidak diberikan sarana pendukung seperti pada NR. Dan memberikan perlakuan yang berbeda di antara keduanya, menurut pandangan saya itu adalah sebuah kekeliruan.
Hal ini bisa dilihat pada contoh bentuk desain rumah walet minimalis, dimana RR dan NR menjadi satu dan tidak memiliki lubang antar lantai (LAL). Apabila terjadi pengembangan luas bangunan rumah walet akibat populasi yang mulai padat, apakah perlakuan terhadap ruangan tersebut akan berubah dan berbeda (karena berubah nama menjadi RR) dengan ruangan yang baru dibangun (NR)?
Lantas kenapa pada rumah walet yang sudah mempunyai ruangan RR dan NR yang terpisah sejak awal tidak diperlakukan hal yang sama di antara keduanya?
Karena kebanyakan orang menganggap bahwa RR adalah tempat numpang lewat walet menuju NR.

Nesting Room (NR) boleh dibilang sebagai tempat tujuan akhir setelah walet melakukan eksplorasi terhadap rumah walet. Oleh sebab inilah, maka NR mendapatkan porsi lebih dalam perlakuannya. Segala cara diupayakan di ruangan ini agar walet mau tinggal dan menginap selamanya serta mau membuat sarang seperti yang diharapkan semua penangkar walet. Di ruangan ini pula segala aplikasi yang diterapkan diamati dengan seksama. Mulai dari pola nesting plank dan bahan material yang dipakainya, suara walet yang dibunyikan, sampai dengan perubahan iklim mikro yang terjadi di dalamnya.

Equipments Room (ER) adalah ruang yang digunakan untuk menyimpan segala peralatan yang berkaitan dengan pengelolaan rumah walet, seperti; peralatan untuk panen sarang walet, sound system, dan alat-alat lainnya agar tidak mudah rusak karena pengaruh kelembaban yang tinggi.

Extra feeding production room (EFR) dipersiapkan bila ada rencana untuk memproduksi sendiri serangga yang diternak sebagai makanan tambahan bila memasuki musim kemarau.

Lubang masuk burung (LMB) adalah termasuk elemen yang terpenting dari rumah walet. Merencanakan ukuran dan posisi peletakan LMB tergantung pada lokasi dan desain rumah walet itu sendiri. Seperti pada lokasi yang bebas dari predator pemangsa walet (seperti burung hantu) bisa dibuat dengan ukuran yang relatif lebih besar.
Untuk mengetahui posisi peletakan LMB yang paling baik, bisa dibuatkan LMB pada tiap-tiap sisi dindingnya lebih dahulu. Setelah mengetahui posisi LMB yang paling efektif dimasuki burung walet, maka lubang-lubang lainnya dapat ditutup kembali.
Apabila terdapat lebih dari satu LMB yang sama-sama efektif, maka perlu disesuaikan kembali desain tata ruangnya agar tidak terjadi "kebocoran". Kebocoran yang dimaksud di sini adalah burung yang masuk dari LMB yang satu, tidak cepat keluar lagi lewat LMB yang lain. Jika penyesuaian desain tata ruang tidak memungkinkan, maka sebaiknya dipilih satu saja LMB yang terbaik.

Lubang antar lantai (LAL) adalah bagian dari salah satu elemen rumah walet yang menghubungkan ruang pada lantai yang satu dengan ruang pada lantai yang lainnya. [Baca: Antara Lubang Masuk Burung (LMB) dan Lubang Antar Lantai (LAL).]
Lubang antar lantai (LAL) pada rumah walet bertingkat, ukuran dan posisinya ditentukan oleh ukuran ruangan tersebut dan ketinggian plafondnya.
Dibandingkan dengan LMB, maka LAL mempunyai kelemahan bila dilihat dari sisi kemudahan walet melakukan manuver terbangnya. Tanpa elemen pendukung, maka walet-walet baru yang melakukan eksplorasi di tempat tersebut akan relatif lama beradaptasinya. Penggunaan suara walet dan pemasangan tweeter yang tepat adalah elemen pendukung yang paling tepat untuk menuntun walet-walet baru tersebut menyusuri dan melewati LAL.

Lubang antar ruang (LAR) adalah bagian yang lain dari elemen rumah walet yang menghubungkan ruang yang satu dengan ruang yang lainnya pada satu lantai yang sama. LAR bisa dibuat relatif lebih kecil (baca: sempit) ukurannya daripada LAL karena cara manuver terbangnya yang sama seperti ketika memasuki LMB.

Lubang inlet dan outlet udara atau Air Ventilation (AV) adalah lubang-lubang kecil yang dibuat pada dinding untuk keperluan mengatur keseimbangan kondisi suhu dan kelembaban di dalam rumah walet agar sesuai dengan habitat walet.
Fungsi lain dari Lubang ventilasi adalah dapat menciptakan pola aliran udara sedemikian rupa di dalam rumah walet, sehingga dapat membantu mengarahkan burung masuk lebih ke dalam. Oleh karena itu jumlah lubang udara (AV) sangat relatif, tergantung pada kebutuhan yang disesuaikan dengan desain rumah waletnya.

Sekat dinding dibutuhkan pada rumah walet yang berukuran cukup besar sebagai pembatas/pemisah ruangan. Sekat-sekat ini bukan hanya sekedar untuk membagi ruang per ruang, tetapi juga berfungsi untuk menstabilkan suhu dan kelembaban di dalam rumah walet, mencegah terjadinya cross ventilation, mengurangi intensitas cahaya yang masuk, meredam polusi suara dari luar rumah walet, mempermudah burung menghapal tempat sarangnya, dan lain sebagainya.

Lagur atau sirip merupakan sarana tempat walet membuat sarang. Penataan polanya mengikuti tata ruang rumah walet yang ada. Lagur ini bisa dibuat dari beberapa bahan material, seperti; kayu, beton cor, aluminium, dan lain sebagainya. Lebarnya mulai dari 12cm hingga 20cm. Jarak antar lagurnya pun bervariasi, mulai dari 20cm hingga 50cm.
Pola pemasangan nesting plank sangat beragam, namun yang paling umum dipakai peternak walet adalah model kotak-kotak (kotak tahu) dan model garis-garis sejajar. Ada juga pola model piramid terbalik atau model susun anak tangga terbalik.
Apapun bahan material dan bentuk modelnya, nesting plank harus memiliki sifat yang kokoh, kasar permukaannya dan tahan lama. Untuk mempercepat dan mempermudah burung-burung muda belajar membuat sarang untuk pertama kalinya, maka sebaiknya diberikan sarana tambahan pada nesting plank tersebut berupa sarang buatan (imitasi) atau potongan dari styrofoam atau apapun yang dapat menjadi dudukan pondasi awal sarang walet. Bisa juga dibuatkan alur (groove) pada nesting plank tersebut.
Treatment pada nesting plank akan menentukan berhasil tidaknya pengembangan populasi di kemudian hari.

Bak penampung air (kolam air) atau mesin pengabut sangat membantu untuk menaikkan kadar air di udara pada rumah walet di kawasan beriklim panas. Kelembaban (RH) yang mencapai kestabilan ideal sangat mempengaruhi walet dalam membuat sarangnya. Terlalu kering atau terlalu lembab akan menyulitkan walet membuat sarang. Selain itu juga akan berakibat menurunkan grade sarang.

Sound system saat ini sudah menjadi jantung dalam budidaya walet. Bahkan boleh dibilang, tanpa ada sound system di rumah walet maka bukanlan sebuah rumah walet. Demikian penting perannya, sehingga elemen pendukung yang satu ini banyak mendapatkan porsi perhatian yang paling besar, sehingga kemajuan perkembangannya dalam teknik dan aplikasinya sangat pesat. Mulai dari yang konvensional sampai yang modern. Mulai dari yang sederhana sampai yang rumit. Maka bila kita berbicara soal sound system dan suara walet, tentunya akan menyita waktu yang sangat panjang dan seolah-olah tidak ada habisnya.

Pengalaman panjang saya mengamati suara walet selama bertahun-tahun belum tuntas hingga kini. Selalu ada yang baru dan baru terus. Awal mula saya mengenal penggunaan sound system dalam dunia perwaletan masih dengan sistem suara mono. Maksudnya, lagu suara walet yang digunakan untuk suara panggil (suara luar) sama jenis lagu suaranya dengan suara untuk di dalam rumah walet (suara inap). Kemudian maju setahap lebih maju, yaitu lagu suara walet untuk memanggil walet berbeda dengan lagu suara walet untuk membuat walet mau menginap. Perkembangan berikutnya adalah, lagu suara panggil memakai dua lagu suara walet yang berbeda, begitu juga untuk suara inap memakai sedikitnya dua macam lagu suara walet.

Dan belakangan ini, teknik tata suara walet sudah memanfaatkan teknik surround. Aplikasi teknik surround dalam dunia perwaletan berbeda dengan aplikasi teknik surround seperti dalam home theater. Dalam dunia walet, tidak dibatasi oleh sistem 5.1 atau 7.1, tetapi bisa mencapai belasan bahkan puluhan tweeter. Tergantung kesanggupan sang composer dalam membuat lagunya. Hal ini memang masih baru dan belum lazim diterapkan dalam dunia budidaya walet.

Dibandingkan dengan sistem tata suara walet yang sederhana, tentu saja sistem tata suara walet dengan menggunakan teknologi surround akan memiliki selisih yang jauh dalam hal besarnya biaya. Tingkat kesulitan dalam pembuatannya pun juga jauh lebih rumit. Sebandingkah efektifitas yang dihasilkannya? Hal ini pun belum pernah dipublikasikan. Bagi penangkar walet yang merasa "sudah puas" dengan apa yang ada, tentu teknik tata suara walet seperti ini tidak akan diminati
(Sumber : http://madifaswiftlet.blogspot.com)

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Macys Printable Coupons