Saturday, April 16, 2011

Kini Seharusnya Petani Kopra SEJAHTERA


Bukan kabar burung, tetapi ini adalah kabar benar-benar terjadi, bahwa petani kopra selama ini masih jauh dari sejahtera. Setiap hari mereka memproduksi kopra, hanya untuk melunasi hutang-hutangnya.
Lho kok bisa…? Mana mungkin mereka setiap hari produksi kopra, berkeringat, susah payah, tetapi penghasilan kopra mereka hanya cukup untuk menutupi sebagian hutang-hutangnya.
Menurut salah satu sumber dari salah seorang Anggota DPRD II di Maluku Utara bapak Abdurahman, dia mengatakan “Siklus Petani kopra ya memang demikian, mereka menjual kopra, mereka dapat uang, mereka bayar hutang, Habis uang. Mereka hutang lagi, hutang lagi, dan mereka bayar dengan kopra. Begitu memang siklusnya”.
Uang yang diperoleh oleh petani kopra memang tidak mencukupi untuk dapat hidup layak, untuk menyekolahkan anak-anaknya, untuk mendapatkan perawatan kesehatan yang maksimal. Mereka selalu terjerat oleh Kopra yang dihargai SANGAT RENDAH.
Ya, memang mana mungkin mereka dapat hidup layak, ketika penjualan kopra hanya cukup untuk melunasi hutang-hutangnya. Sangat tragis.
Yang jadi pemikiran sekarang adalah, bagaimana caranya agar bisa meningkatkan posisi tawar petani terhadap para tengkulak.
Selama ini petani belum ada alternatif lain untuk mengolah daging kelapa selain menjadi kopra, padahal Kopra inilah selama ini yang menjadi andalan penghidupan mereka sekaligus “menyengsarakan kondisi mereka”.
Jika dicari akar masalah, sebenarnya pemrosesan daging kelapa menjadi kopralah yang menjadi titik pangkal petani tidak sejahtera.Kenapa…?
Ada beberapa jawaban tentang pertanyaan tadi. Kopra yang dihasilkan oleh petani, biasanya telah melewati pengeringan kadar air. caranya bisa melalui penjemuran, pengasapan atau pengovenan. Waktu yang dibutuhkan untuk menghilangkan kadar tersebut membutuhkan waktu 3-7 hari. proses yang panjang dan membutuhkan energi yang besar.
Kemudian, kopra yang dihasilkan dengan cara penjemuran atau pengasapan, akan diperoleh warna yang kuning kecoklatan.Dan ketika dipress, minyak yang keluar akan berwarna kecoklatan, kotor dan bau.
Nah, sebetulnya disinilah pokok pangkal permasalahan. Minyak hasil kopra, untuk dapat menjadi minyak goreng yang layak dipasaran, maka harus dilakukan proses pemurnian. Cara yang umum adalah menggunakan sistim RBD (refining, Bleaching dan Deodorization atau pemurnian, pemucatan dan penghilangan bau). Ongkos produksi dengan cara RBD sangat tinggi, juga teknologinya tidak bisa dilakukan oleh skala UMKM.
Ongkos produksi yang tinggi pada proses RBD inilah yang menjadi penyebab perusahaan selalu menekan petani kopra untuk menjualnya dengan harga murah.
Sekarang, dengan ketemunya pokok persolan tersebut, maka harus dicari alternatif pemecahan masalah yang lebih berpihak kepada petani kopra tesebut. Solusi yang harus diketemukan  antara lain bagaimana caranya agar petani memiliki alternatif mengolah daging kelapa selain kopra, kemudian bagaimana caranya agar petani dapat menghasilkan minyak mentah sebagai bahan baku Minyak Goreng Kelapa (MGK) yang tentunya dengan penawaran harga yang kompetitif.
Jika proses ini bisa terlalui, maka sebenarnya inilah jawaban dari dari pertanyaan untuk memberdayakan petani kelapa.
Ada beberapa keutamaan jika petani mampu mengolah minyak mentah dari daging kelapa antara lain,
  1. Tumbuhnya budaya produksi di masyarakat petani kelapa
  2. Adanya posisi tawar yang kuat kepada produsen MGK untuk membeli minyak mentah kelapa bukan kopra dengan harga yang adil.
  3. Baik petani maupun pabrikan MGK akan diuntungkan dengan ringkasnya proses transportasi yang pasti akan memangkas volume dibanding dengan kopra
  4. Pabrikan MGK akan lebih mudah mengolah MGK dari minyak mentah daripada kopra, sehingga biaya produksi dapat ditekan. apalagi jika bahan minyak mentahnya berupa minyak yang bening, pasti pabrikan MGK tidak akan susah-susah dalam memurnikan prosesnya.
Saat ini sebenarnya sudah ada cara pengambilan minyak mentah dari daging kelapa yang memiliki kualitas bagus, bening warnanya, hampir seperti air, rendah nilai FFA nya, sehingga memudahkan pemrosesn menjadi MGK.
Dulu VCO atau virgin coconut oil sempat BOOMING, dimana-mana dikembangkan VCO, minyak ini sangat bagus, dan masuk ke dalam kriteria tadi, namun sayang, dengan perjalanan minyak ini mental dipasaran. Tidak laku. Produksi tidak seimbang dengan kebutuhan. Akhirnya minyak ini pun tidak terjual. Petani Kapok produksi lagi. Mati sudah impian petani kelapa tersebut.
Nah, jika cara-cara yang telah dilakukan terdahulu dimana petani mampu mengolah dengan cara VCO kemudian dikonversi menjadi minyak goreng kelapa inilah, yang menurut hemat saya akan menjadi jawaban dari persoalan diatas. Petani bisa menjual VCO curah ke pabrik, atau bahkan memproduksinya sendiri menjadi MGK yang berkualitas untuk dipasarkan sendiri.
Dengan cara ini, saya berkeyakinan pelan-pelan petani kelapa akan menemukan iramanya sendiri untuk meningkatkan taraf hidup mereka yang tidak lagi bergantung kepada kopra.
Kebetulan tentang contoh nyata dari proses ini sudah dikembangkan di Kawasan Industri Minyak Kelapa Yogyakarta, yang mampu mensinergikan pemrosesan minyak mentah yang bagus kemudian dioalah menjadi MGK yang berkualias super.
Kemudian, untuk petani kopra yang berada didaerah-daerah luar jawa, menjadi kewajiban siapakah yang bertanggung jawab untuk memecahkan persoalan petani yang masih mengolah kopra.
Saya kira seluruh stakeholder pemegang kebijakan yang menyangkut petani kopra wajib bertanggung jawab. Pemerintah yang bertugas memberikan pembimbingan dan arahan, kemudian para pakar yang memberikan solusi praktis terhadap masalah ini, pasti secara perlahan-lahan, masalah kesejahteraan petani kopra akan teratasi dan memang sudah saatnya petani kopra sejahtera.(oleh : Mansur Mashuri, ST*)
(Sumber : http://produkkelapa.wordpress.com)

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Macys Printable Coupons